Memahami Generasi Z di Sekolah dan di Rumah
Seperti yang sudah kita bahas dalam artikel sebelumnya tentang memahami generasi Z, kita tahu bahwa mereka adalah generasi yang lahir di era digital, di mana internet telah berkembang, teknologi juga maju dengan pesat.
Menurut R.D. Asti, penulis buku parenting 4.0 :
Mereka, generasi Z ini lebih menyukai umpan balik konstan dan langsung. Mereka juga terbiasa mewujudkan keinginan dan kebutuhan hanya dengan menekan tombol. Ingin tahu judul single terbaru girlband Black Pink? Google saja! Lupa bab mana yang harus dibaca untuk ujian besok? Whatsapp teman sekelas. Masa-masa meninggalkan voicemail atau mengisim SMS lalu menunggu balasan sudah lama berlalu.
Generasi Z di Sekolah dan di Rumah
Kamu tuh sekolah udah enak, zamannya Mama dulu tuh ya.. harus jalan kaki, paling enak naik angkot. Ngga ada antar jemput kayak gini.. Belajar matematika mati-matian biar ngga dipukul pakai penggaris. Kamu baru dimarahin aja udah nangis, udah gakmau sekolah lagi.
Sering ngga sih kita mendengar hal-hal senada? Membandingkan bagaimana kita dulu bersekolah, bagaimana dulu guru kita mendidik dan mengajar.
Tanpa disadari memang setiap generasi selalu memiliki bentrokan dengan generasi berikutnya. Entah apakah itu cara berpakaian yang tidak pas, musik yang terlalu berisik atau hingar bingar, hingga etika dan norma serta empati yang juga berbeda.
Salah satu tantangan yang terus-menerus dihadirkan oleh arus informasi adalah bahwa ketika ditugaskan untuk menyelesaikan masalah, siswa generasi Z lebih memilih mencari jawaban instan daripada mencoba memecahkan masalah sendiri.
Bisa dikatakan, naluri yang dimiliki oleh generasi Z ini adalah kecepatan, bukan akurasinya.
Sehingga bisa jadi guru punya tantangan besar di sekolah. Rintangan terbesar yang dihadapi para guru dan pendidik adalah mereka tidak berada di “kandang masing-masing”.
Menghadapi siswa-siswa yang “penduduk asli digital”, para pendidik akhirnya mau tak mau harus mempelajari teknologi hingga mampu menyamai anak-anak didiknya.
Sebagaimana yang kita tahu, anak-anak generasi Z adalh penduduk asli digital (digital native) yang lahir dan dibesarkan di lingkungan yang setiap bagian teknologinya adalah intuitif, logis dan juga matang.
Lalu bagaimana Generasi Z di Rumah?
Ada pun di rumah, gen Z dibesarkan oleh orangtua yang umumnya adalah member dari generasi X atau generasi MTV. Masih ingat MTV ngga? Kalau ingat, berarti kita satu “kandang”.
Terdapat sebuah teori generasi “Fourth Turning” yang dikembangkan oleh penulis Strauss dan Howe yang menyebutkan bahwa Generasi X menjadi gelombang terakhir dalam siklus generasi empat tahap yang berulang sendiri. Setelah generasi X lahirlah generasi baru yang sangat jauh berbeda kondisi lingkungan dan juga emosionalnya dengan generasi-generasi sebelumnya.
Para generasi X saat ini juga umumnya telah menjadi orangtua. Kebanyakan dari mereka adalah jenis orangtua bekerja dan single parent karena perceraian yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Oleh karena itu gaya pengasuhan Gen X ini berbeda dengan generasi pendahulunya. Keinginan utama untuk orangtua Gen X adalah membesarkan anak-anak dengan harga diri yang tinggi. Bahkan jika itu berarti mereka harus permisif dan tidak pernah menantang anak-anaknya untuk mencapai sesuatu di luar jangkauan mereka.
Pendekatan mengasuh anak ini bisa jadi merupakan sebuah kompensasi berlebihan karena dibesarkan oleh generasi Baby Boomers yang melawan peran tradisional dalam sebuah pernikahan. Juga yang mengalami lonjakan pertama dalam tingkat perceraian dan banyak dibesarkan tanpa pengawasan orang dewasa (latchkey children).
Kombinasi kebebasan yang diperoleh dari kuatnya teknologi mobile dan rasa afirmasi yang terus menerus dari orangtua mereka telah menghasilkan rasa memiliki hak dalam pengasuhan gen Z. Hal ini dapat dilihat sebagai pedang bermata dua sih.
Maksudnya, mereka memiliki sumber daya dan inisitiaf untuk membuat perubahan positif. Mereka melihat kebutuhan tapi juga mungkin tidak memiliki pengalaman merasakan kegagalan yang diperlukan untuk mengetahui apa yang diperlukan untuk bertahan.
So, Bagaimana Parenting dalam Generasi Digital?
Gen X dan Gen Y (yang menjadi orangtua gen Z) saat ini cenderung menjadi orangtua dari remaja dan juga balita. Sebagai dua generasi yang sangaaaat berbeda, mereka memiliki kebutuhan yang juga sangat berbeda dalam membesarkan anak-anak mereka di dunia yang dibanjiri dengan teknologi.
Gen X seperti anak-anak Gen Z, tumbuh pada masa-masa sulit. Hal ini membuat orangtua Gen X berfokus mempersiapkan anak-anak mereka untuk masa depan, dan membesarkan mereka untuk menjadi mandiri dan dewasa. Gen Z tumbuh optimis sekaligus realistis tentang apa yang akan terjadi, sementara secara sosial sadar dan ingin membuat perbedaan di dunia.
Sementara itu, orangtua millenial (Gen Y) lebih cenderung merasakan tekanan dan penilaian dari lingkungannya dan merasa kewalahan dengan jumlah informasi pengasuhan yang tersedia.
Mereka mengelola rumah tangga dengan lebih demokratis. Misalnya memberi anak-anak peran besar dalam pengambilan suara untuk memutuskan kemana mereka ingin pergi berlibur. Sebagai generasi yang menghargai pengalaman, orangtua milenial dua kali lebih mungkin menjadwalkan traveling dengan anak-anaknya dengan alasan pendidikan dan memperkaya wawasan. Bener ngga sih?
Orangtua dari kedua generasi tersebut berjuang untuk memahami teknologi yang mereka inginkan dalam membesarkan anak-anak mereka di rumah dan bisa berprestasi di sekolah. Melihat bagaimana generasi Z di sekolah dan di rumah, menurut teman-teman meaningful nih, apakah hal-hal tersebut di atas membuat orangtua yakin bahwa mereka adalah orangtua yang baik atau sebaliknya?
Nanti kita bahas di artikel selanjutnya ya untuk memahami karakteristik generasi Z terlebih dahulu sebelum akhirnya kita bisa menentukan pengasuhan atau pendidikan terbaik untuk generasi Z di rumah dan juga di sekolah.