batasan yang sehat
Self Development

Jenis-jenis Batasan, Mana Batasan Yang Sehat Untuk Kehidupan Kita?

Setelah mengetahui tentang kategori batasan pada manusia, kini kita akan beralih pada bahasan jenis-jenis batasan. Sehingga kita akan tahu mana batasan yang sehat dan mana yang tidak sehat sehingga harus segera diputus.

Jenis-Jenis Batasan

Menurut Terri Cole, seorang psikiater sekaligus pakar hubungan yang menangani banyak sekali problem tentang hubungan manusia dan juga pemberdayaan perempuan, ada tiga jenis batasan dalam tiap kategori. Yaitu kaku, rapuh dan sehat. 

Jika batasan teman-teman terlalu longgar atau terlalu kaku, hal itu juga menjadi masalah dalam batasan. Oleh karena itu kita perlu tahu mana batasan yang sehat dan seperti apakah batasan kita selama ini. Sudah kah termasuk batasan yang sehat?

1. Batasan yang Kaku

Jika kita memiliki batasan yang kaku, kita mungkin melakukan hal-hal seperti :

  • Tidak meminta bantuan ketika membutuhkan
  • Menghindari hubungan erat untuk meminimalkan penolakan
  • Dianggap sebagai penyendiri atau bersikap dingin
  • Cenderung mengasingkan diri

Batasan seperti ini biasanya digambarkan oleh banyak orang sebagai orang yang tidak mau berbaur, tertutup atau tidak fleksibel.

Kamu mungkin punya motto “ikuti caraku atau tidak sama sekali!” atau memancarkan aura Ratu Es. Karena kamu tidak benar-benar memiliki interaksi yang baik dengan orang lain, kemungkinan kamu segera mengasingkan para pelanggar batasanmu daripada memberitahu mereka karena telah membuatmu kesal.

Kesalah pahaman yang biasanya terjadi adalah ketika kita memiliki batasan yang ketat adalah memiliki batasan yang sehat. Padahal tidak demikian.

Karena tidak fleksibel ini dampaknya sama dengan orang yang juga terlalu fleksibel. Keduanya menghalangi terjadinya hubungan yang sehat.

Terri Cole menyebutkan sebuah fakta bahwa berlawanan dengan kepercayaan populer, batasan yang sangat tidak fleksibel itu tidak sehat. Karena didorong oleh rasa takut terluka dan dapat menghambat hubungan dan pengalaman yang terbuka dan sehat.

batasan yang sehat

2. Batasan yang Rapuh

Jika kamu memiliki batasan yang rapuh, mungkin kamu :

  • Membagikan informasi pribadimu secara berlebihan
  • Bilang “ya” ketika kamu ingin mengatakan “tidak”
  • Mengurusi atau ikut campur masalah orang lain
  • Tahan dengan perilaku tidak sopan atau kasar

Orang-orang mungkin akan menggambarkanmu sebagai orang yang terlalu akomodatif, selalu menghindari konflik, atau amat sangat baik.

Kamu mungkin memancarkan aura penurut atau penjaga perdamaian. Kamu lebih banyak dipengaruhi pikiran, perasaan, dan masalah orang lain daripada pikiran, perasaan, dan masalah diri sendiri.

Mungkin sikap hidupmu adalah “Selama orang lain bahagia, aku juga bahagia.”

Tentu saja ini adalah batasan yang tidak sehat yaa 🙂

3. Batasan Yang Sehat

Lalu bagaimana batasan yang sehat? Jika kamu sudah melakukan hal-hal berikut :

  • Menghargai pemikiran dan pendapat sendiri
  • Merasa nyaman untuk meminta atau menerima bantuan
  • Tahu kapan harus berbagi informasi pribadi dan dengan siapa
  • Dapat menerima dan menghormati batasan orang lain, termasuk orang yang mengatakan “tidak” terhadap permintaanmu.

Sehingga tidak salah jika orang-orang akan memandangmu sebagai orang yang dapat diandalkan, dapat dipercaya, atau percaya diri.

Jika kita memiliki batasan yang sehat, orang lain sudah tentu akan merasa nyaman dan aman bersamamu. Karena kamu menepati janji, berkomunikasi secara efektif, dan bertanggung jawab atas kebahagiaanmu sendiri.

Misalnya, ketika kamu menerima telpon saat tengah malam dari anggota keluarga yang berbagi berita meresahkan, kamu memutuskan untuk menenangkan perasaanmu sampai pagi daripada mengirim teks SOS ke sahabatmu dini hari atau langsung beraksi tanpa berpikir karena kamu tidak tahan merasa tak berdaya. Kamu mampu mengelola emosi.

Jika Kita Punya Batasan yang Sehat

membuat batasan yang sehat

Jika kita memiliki batasan yang sehat, kita juga punya kesadaran tinggi terhadap suatu keadaan. Kita tahu kapan batasan tertentu itu diterapkan. Apa yang pantas dibagikan dengan keluarga dan teman mungkin tidak cocok dibagikan pada rekan kerja atau atasan.

Misalnya saja ketika kamu mengalami putus cinta, berbagi rasa sakit hatimu dengan teman-teman perempuanmu adalah tindakan yang tepat. Namun, kita tidak bisa melakukan hal yang sama dengan bawahan atau atasanmu kan?

Memang, menumbuhkan batasan pribadi yang sehat membutuhkan kebijaksanaan dan perenungan yang panjang, jujur, dan mungkin sudah lama tertunda akan kondisi hubunganmu, termasuk hubunganmu dengan diri sendiri.

Mungkin kita juga ragu ketika melakukan sesuatu. Ketahuilah bahwa orang bijak pernah berkata : keragu-raguan biasa dialami oleh perempuan yang batasannya berantakan.

Inilah yang harus segera kita ubah.

Karena jika batasanmu terlalu longgar, kamu mungkin takut menyakiti orang lain, ditolak, atau diejek karena suatu keputusan.

Setelah tahu bagaimana batasan yang sudah kita terapkan, kini waktunya berbenah, mengasihi diri sendiri dan belajar tentang interkasi yang sehat.

Yuk kita benahi keterampilan kita dalam membuat batasan, tidak hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang lain.

Teman-teman perlu tahu bahwa tidak ada kata terlambat untuk menjadi versi dirimu yang kamu sesali di masa lalu atau yang paling kamu inginkan di masa depan. Berkomitmenlah sekarang untuk menjalani kehidupan yang kamu inginkan.

Menciptakan batasan yang sehat melindungimu dari ancaman emosional, menjaga martabat pribadmu, dan memperkuat hubungan-hubunganmu, termasuk hubungan dengan diri sendiri.

Jadi bagaimana? Sudah tahu kan mana batasanmu sekarang dan apa yang harus kamu lakukan untuk menciptakan batasan yang sehat itu?

Nantikan artikel selanjutnya tentang batasan yang sehat yaa!

Semoga artikel ini bermanfaat, dan jangan lupa bahagia!

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *